Langsung ke konten utama

Membedah Baqa' dalam Diri

Manusia fitrahnya memang dilengkapi dengan naluri-naluri (gharaiz (plural), gharizah (singular)). Yang pertama ada naluri ingin menyembah sesuatu (gharizah tadayyun), kemudian naluri ingin mencintai (gharizah nau'), dan terakhir naluri mempertahankan diri (baqa'). Bagi orang yang pernah membaca kitab ulama kontemporer, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani pasti aware dengan naluri alamiah manusia ini.

Mempunyai naluri itu tidak dosa, karena mau bagaimana lagi? Itu sudah karakter alami manusia. Jadi, pahala dan dosa hanya berlaku dalam konteks bagaimana cara manusia memuaskan naluri itu, dengan cara-cara yang halal kah atau haram?

Sepertinya dalam analisis saya terhadap diri sendiri, naluri saya yang paling dominan adalah baqa'. Ego saya sangat keras dan tinggi, dan jika tidak didudukkan saya tahu saya sangat berpotensi membuat dosa karena hal itu suatu hari nanti.

Kemudian akhir-akhir ini saya kembali berada di persimpangan jalan dimana gharizah baqa' saya tersentil sepahit-pahitnya. Maka, tulisan ini dibuat dan ditujukan untuk mengurai simpul kusut di kepala saya.

Pertama-tama izinkan saya secara jujur membedah baqa' apa yang paling besar dalam diri saya:

1. Saya ingin punya impact ke banyak orang sehingga saya tidak merasa hidup ini sia-sia.

2. Saya ingin punya banyak uang.

3. Saya ingin diapresiasi, dipuji, dan dianggap berhasil.

Berikutnya, saya ingin mengomentari baqa' tertinggi tersebut:

1. INI WAJIB. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW: "Khairunnaasi anfauhum linnaasi" (Sebaik-baiknya manusia adalah yang memberikan manfaat kepada orang lain).

2. INI PERKARA QADA' (KEPUTUSAN ALLAH) & QADAR (KETETAPAN ALLAH). Untuk hasil serahkan kepada Allah Swt. Sebagai manusia, fokus pada ikhtiar yang sesuai syariat, yakni dalam berikhtiar jangan sampai melanggar syariat atau bahkan melalaikan kewajiban yang lain.

3. INI JUGA QADA' & QADAR. Perkara reaksi/perkataan orang itu adalah sesuatu di luar kendari diri. Serahkan semuanya kepada Allah Swt. Sebagai manusia, fokus pada amal shalih yang bisa kita lakukan dan ingat, suatu amal hanya bisa menjadi amal shalih jika memang sesuai syariat dan ditujukan kepada Allah. BUKAN UNTUK DILIHAT MANUSIA.


...................................................................................


PERBAIKAN & PENGEMBANGAN DIRI

1. GOAL UTAMA: Diterima untuk masuk jannah Allah.

2. SYARAT UTAMA: Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

3. THARIQAH (METODE UNTUK MENCAPAINYA):

  • Mendalami ajaran Islam secara kaffah (menyeluruh, seperti dalam al-Baqarah (2):208). Baik itu untuk urusan mahdhah (ibadah ritual seperti shalat, puasa, menutup aurat secara sempurna, dsb). Maupun untuk urusan ghairu mahdhah (non-ritual seperti politik, ekonomi, sistem sosial, dll.)  yang keduanya masih saya pelajari dan harus terus dipelajari).
  • Mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu, lingkungan keluarga, masyarakat, bahkan dalam melihat hegemoni/kebijakan negara secara makro, karena pasti akan berdampak juga secara mikro.
  • Membagikan kepada masyarakat/syiar bahwa Islam memiliki aturan yang lengkap yang bisa membawa keberkahan untuk kita semua
*Reality check: konsistensi saya untuk mengaplikasikan kesemuanya itu semakin menurun dan menurun karena ketiadaan waktu dan lingkungan kondusif yang mendukung.

4. REALITAS MASYARAKAT & KRITIK UNTUK SISTEM
  • Gap yang semakin besar. Bukan hanya antar-kelas sosial, tetapi juga basic expectation vs reality.
*Basic expectation: Ga bingung mikirin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, dan ya... kalau menurut Islam juga termasuk kesehatan, pendidikan, dan keamanan).

*Reality: Itu semua menjadi privilege alih-alih sesuatu yang wajar dan mudah didapatkan. Basic expectation hanya bisa didapatkan oleh kelompok yang memiliki kapasitas materil lebih tinggi atau bahkan tertinggi.

Padahal, fakta kondisinya...
  • Indonesia sangat kaya. Bukan hanya alamnya, tapi juga manusianya.
  • Saya melihat manusia memiliki skill beragam. Pekerjaan yang sering diremehkan: petani, peternak, montir bengkel, asisten kebersihan, tukang pijat, guru senam, pedagang cilok, siomay... Sebenarnya mereka semua VERY SKILLED dan LAYAK TUMBUH dari skill mereka itu. Tapi sayangnya tidak!
  • Ekonomi kita bukan hanya urusan scarcity & supply-demand. Ya, dua hal itu riil ada, tetapi menjadikannya masalah utama adalah ILUSI KAPITALISME. That's a capitalistic approach to solve the economic problem!
  • Sedangkan, menurut Sistem Ekonomi Islam, masalah utama ekonomi adalah distribusi.
  • Buktinya apa? Contoh dalam konteks negara agraris, Indonesia adalah negara yang sangat agraris. Di desa nenek saya, tomat bisa 2 ribu se-kresek saat musim panen. Tetapi di Ibu Kota, tomat 2 ribu cuma dapat 3 biji, jelek-jelek pula! Sayuran lain IMPOR! Beras juga IMPOR! Masuk akalnya dimana?
  • Bukan karena tidak ada demand, tetapi demand-nya tidak dipertemukan dengan supply. Ya, itu adalah MASALAH DISTRIBUSI!
  • Atau memang supply-nya kurang. Kenapa? Ga ada yang mau jadi petani, capek, penghasilan di bawah standar, dicemooh masyarakat lagi (dianggap pekerjaan orang yang malas belajar, karena kalau rajin belajar jadi pegawai 😒)! Ya, itu juga MASALAH DISTRIBUSI! 
  • Distribusi apa? Distribusi teknologi dan kapasitas modern untuk mengembangkan ilmu pertanian... Distribusi hasil produksi secara tepat sasaran untuk menghasilkan keuntungan yang layak... Distribusi pengembangan kota & desa yang merata sehingga transport cost tidak perlu sebesar itu yang menjadikan produsen dan konsumen selalu bertengkar masalah harga (dan ujung-ujungnya 'mending impor')!... Dll.
5. USHLUB (ALAT APA YANG BISA SAYA GUNAKAN?)
  • Menjembatani supply dan demand dengan perangkat DISTRIBUSI yang sesuai pengalaman dan passion saya: marketing.
  • Melakukan marketing yang sesuai dengan syariat Islam: ber-impact. (Dalam kamus saya: impact itu jika bisa menyentuh akar rumput yang mostly mereka itu awam dan confused) sehingga bisa bermanfaat. Lagi-lagi, kelompok ini adalah kelompok mayoritas yang mengalami gap basic expectation vs reality tadi, meskipun sudah mengerahkan daya-upaya dalam memanfaatkan skill-nya.
  • Marketing yang menjembatani akar rumput itu saya harapkan juga patuh terhadap Islamic compliance dalam berbisnis sehingga mendatangkan keberkahan.
  • Mendorong masyarakat untuk bersama-sama menjadikan Islam solusi dalam kehidupannya, termasuk mendorong pengelolaan negara yang sangat kapitalistik hari ini agar kembali kepada aturan Tuhan (jika memang para pejabatnya takut mati!). Mengapa? Kembali lagi, sebab tidak mungkin mikro bisa survive tanpa ekosistem yang diciptakan oleh makro.

Finally, mimpi ini agak sulit terwujud dalam kungkungan cubicle 9 to 6. Dan saya merasakannya sendiri:
  • Saya selalu merasa kurang tak peduli kenaikan gaji yang jelas-jelas saya dapat.
  • Saya semakin selfish dan berambisi hanya untuk diri sendiri, untuk selalu meraih 'ketinggian' hampa itu... Yang semakin saya kejar, semakin tak sampai, semakin jauuuuh.
  • Saya merasa harus selalu dilayani dan orang lain harus comply dengan keinginan saya karena saya CAPEK dan merasa saya TELAH BEKERJA LEBIH KERAS dibanding mereka. Bukannya berkolaborasi, saya malah menudingkan telunjuk kepada orang lain? Apakah itu masuk akal? Tentu saja tidak!

Kondisi ini membuat saya tidak bersyukur.

Namun di sisi lain, hati saya selalu teriris melihat bahwa rasa lelah dan usaha saya tidak banyak mengubah kondisi: baik itu keluarga sendiri, orang lain yang lebih unfortunate, apalagi kondisi status quo di masyarakat yang malah semakin menyebabkan kemunduran dan kemunduran.

Sementara saya 'terpaksa' harus acuh tak acuh karena hati dan kepala saya sudah penuh dengan ambisi dan keegoisan diri sendiri.


...................................................................................


Seseorang harus selesai dengan dirinya sendiri sebelum ia bisa membantu orang lain. Itu benar. Namun apakah kita akan pernah benar-benar selesai dengan diri sendiri?

Bagaimana jika kita selalu merasa kurang dan kurang?

Bagaimana jika selfish-me itu terus mendorong kita untuk meraih 'ketinggian' hampa yang semakin dikejar semakin terasa jauh?

Mush'ab bin Umair, sahabat Nabi yang menjadi diplomat Islam pertama untuk penegakan sistem Islam diutus Rasulullah ke Madinah dalam kondisi di-blacklist keluarganya yang menentangnya menjadi pengikut Sang Nabi. Ia, yang orang kaya ini, bahkan syahid di perang Uhud tanpa menyisakan suatu harta yang berarti, yang kain sisaannya saja bahkan tidak cukup untuk mengkafani badannya.

Bukankah menurut standar kapitalistik dan materialis hari ini beliau SEHARUSNYA menyelesaikan dulu masalah keluarga dan ekonominya sebelum bersedia ditugaskan Rasulullah?

Tapi jika dipikir-pikir lagi, apakah beliau akan berakhir di tujuan yang sama jika tetap comply kepada aturan keluarga dan masyarakat sukunya yang mendukung SISTEM JAHILIYAH yang bodoh dan merusak?... Dengan dalih mengambil stabilitas?

Justru, orang yang mendukung status quo dengan dalih mengambil stabilitas adalah Walid bin Mughirah. Karena apa? Karena dia ingin semua pujian tertuju kepadanya. Meskipun ia menyadari bahwa Alquran adalah kebenaran... Meskipun ia sejak lama dianggap masyarakat sebagai tokoh masyarakat yang mulia secara moral... Ternyata itu tidak membuatnya mau mengakui Islam dan Rasulullah sebagai pembawa risalah-Nya. Mengapa? Karena ia sombong dan merasa dirinya yang terbaik ini, lebih pantas menjadi utusan Allah dibandingkan Nabi Muhammad SAW! Na'udzubillah, bahkan menurut Ibnu Abbas ra Allah menurunkan ratusan ayat untuk menyindir Walid bin Mughirah di dalam Alquran!

Tapi subhanallah, justru anaknya menjadi saifullah (pedangnya Allah), yakni Khalid bin Walid!

Maka, ingatlah, bahwa orang yang mencari dan memperjuangkan kebenaran di tengah sistem bathil yang bobrok pasti akan menghadapi lebih banyak turbulensi, dibandingkan orang yang patuh kepada status quo, apalagi mendukung kebathilan itu!

Namun, sebagaimana nasihat para ulama tentang qada' dan qadar, setiap opsi yang kita pilih pasti MELAHIRKAN KONSEKUENSI. Ada sebab, ada akibat.

APA SAJA KONSEKUENSI YANG KEMUNGKINAN AKAN SAYA ALAMI?
  1. Bisa jadi jalan melawan status quo yang akan saya pilih itu tidak ber-impact apa-apa kepada orang lain karena ini masalah sistemik, dan yang bisa saya bantu hanyalah super-duper mikro, bahkan nano.
  2. Jika tidak ber-impact maka sudah pasti tidak akan punya banyak uang.
  3. Bisa jadi pula tidak akan diapresiasi sama sekali entah tidak ber-impact atau ber-impact
TAPI, APA YANG BISA MENENANGKAN HATI SAYA?
Bahwa saya sudah berusaha untuk memenuhi thariqah saya sebaik mungkin untuk menuju goal utama saya. Dan Allah pasti melihat itu meskipun itu buram di mata manusia, bahkan termasuk keluarga terdekat sekalipun.


Dear Allah,

semoga Engkau menguatkan saya dan mengizinkan saya mempersiapkan diri untuk menghadapi genre kehidupan yang baru, yang lebih berfokus kepada-Mu...

Aamiin.


.


Bumi, 25 Mei 2025,

di hari ulang tahun Bapak,

kucingmasjid_ 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dear Husband, Everywhere is A Dying City

I understand why overthinking is a bad habit, not just a psychological issue, sometimes it can even lead to sins — lots of them. But we live in a dying city, although just like in everywhere else. It's so tiring to see such a fast-paced world. No rest, no emotion, people race to reach higher places... Although how high is high enough? I don't know. I'm dreaming of a simple and unsophisticated life. Anyway in the surah Quraish, a blessed person has enough to eat and is safe against fear. No Ferrari, no 4-storey house, no Gucci... Just a simple meal and protection. And yes, that's true... How much can you eat before your stomach exploded?  We don't need a lot... We just need simple things... الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ (4) But today, even food and security is a privilege, so are housing, clothing, healthcare, and education. Indeed, we live in a crossroad of ideologies. This world — that's dying — has developed Capitalism to its finest. ...

MONOLOGUE DISCUSSION #1: Apakah Usulan Pelaksanaan Sistem Ekonomi Islam Intoleran?

  (video lebih lengkap ada di Instagram / Tiktok @kucingmasjid_) Rekan-rekan pasti pernah mendengar tentang sistem ekonomi Islam ya? Mungkin secara umum ataupun secara detail… Jadi, beberapa tahun terakhir ini saya mulai memiliki ketertarikan mempelajari sistem ekonomi Islam; membaca buku-buku ekonomi Islam, ikut webinar, atau bahkan diskusi dua arah dengan orang-orang yang lebih mafhum. Terbesit di dalam benak saya tuh… wah masya Allah ya sistem ekonomi Islam ini itu super daebak, wanbyokhae , ajib yang pasti bakal membawa maslahat kalau bisa direalisasikan. Tapi sembari itu, dalam benak saya perang pemikiran langsung was wus was wus , ibarat melakukan diskusi tapi ‘monolog’ dengan sudut hati saya yang ingin meng- counter attack ideasi pelaksanaan sistem ekonomi Islam itu sendiri di era yang katanya ‘modern’ ini, sambil juga otak saya mereka ulang opini banyak orang di sekitar saya yang merasa sistem ekonomi Islam tersebut terlalu utopis untuk saat ini. Namun, benarkah de...